SEJAK berdirinya pada tahun 2002 silam, Riau Air Lines (RAL), pesawat plat merah ini bertujuan untuk membuka dan memajukan transportasi udara di Riau.
Tak ubahnya dalam sistem investasi, masyarakat Riau adalah penyumbang
modal terbesar lewat kucuran anggaran APBD Riau untuk mendukung
keberadaan maskapai penerbangan ini. Karena anggaran yang bersumber dari
APBD itu jelas merupakan dana yang berasal dari uang rakyat. Barangkali
apabila masyarakat sedikit memahami siapa sebenarnya yang memiliki
pesawat Riau Air Lines. Lambat-laun saya meyakini akan banyak masyarakat
yang “menuntut” Pemprov Riau kalau mengetahui Riau Air Lines sedang
gulung tikar.
Sepak terjang keberadaan Riau Air Lines banyak terbelit masalah. Pertama, mulai kisruh manajemen: gonta-ganti Dirut sesuai selera komisaris yang notabene selalu dijabat oleh Gubri atau orang terdekat Gubri. Kedua, krisis keuangan mulai dari hutang-piutang, kondisi merugi setiap tahun hingga pesangon karyawan yang belum juga tuntas. Ketiga, RAL juga tidak pernah melaporkan secara terbuka kondisi keuangan-nya kepada publik padahal RAL adalah badan hukum di bawah naungan BUMD. Dari
rentetan masalah diatas, yang perlu digaris bawahi adalah kenapa selalu
terulang kondisi “merugi” setiap tahunya. Hal ini sangat
kontraproduktif, padahal RAL dana operasionalnya selalu disubsidi
anggaran APBD Riau plust dana dari belasan Kab/Kota serta beberapa daerah lain seperti Jambi dan Kepri.
Gonjang-ganjing yang muncul menyertai maskapai penerbangan RAL ini adalah suatu bukti bahwa adanya stake holder yang low kapabilitas
dalam mengelola keberadaan pesawat RAL. Cari untung sendiri. Sikap
seperti ini tentu memberikan efek buruk bagi kinerja yang dijalankanya.
Jadi wajar apabila sekarang publik dikejutkan melihat aset
pesawat RAL yang sudah rusak menjadi kerangka besi tua. Seperti bunga
bangkai yang semerbak hingga tercium oleh kawanan anggota DPRD Riau di
Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta. Namun, saya melihat indra
penciuman DPRD Riau “kurang tajam” dalam pemantauanya. Temuan serta
pantauan yang dilakukanya sudah terlambat. Ketika pesawat RAL sudah
menjadi bangkai kenapa baru bertindak. Apakah harus menunggu pengakuan
atau klaim dari Pemprov Riau: yang menyatakan masih mempunyai aset tiga
pesawat RAL. Seharusnya lembaga DPRD Riau sebagai otoritas utama yang
menyetujui penganggaran pesawat RAL harus mengetahui betul kondisi
keseluruhan aset pesawat tersebut.
Kondisi yang berbeda: pihak
Pemprov Sekdaprov Riau, Wan Syamsir Yus yang sekaligus menjabat sebagai
Komisaris utama RAL justru membantah apabila pesawat sudah menjadi
bangkai. Secara sederhana, ini adalah potret buruk kebohongan publik
yang tidak bertanggung jawab. Publik dengan mudah membaca: ini adalah
sikap akal-akalan para penguasa. Mbok ya diakui saja kalau pesawat RAL
itu sudah menjadi bangkai. Toh, foto bangkai pesawat RAL yang tersebar
dimedia malahan juga diambil sendiri oleh anggota DPRD Riau.
Terhadap temuan anggota DPRD Riau ini, semoga ada follow up nya.
Jangan berhenti sampai disini saja. Terkait rencana Pemprov Riau yang
akan kembali mengudarakan kembali RAL, lebih baik niat itu diurungkan
saja. Tim penyelamat RAL bentukan Pemprov juga tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Sudahlah, dari kebobrokan managemen hingga
banyaknya uang rakyat yang dihambur-hamburkan. Harusnya Pemprov Riau
berfikir seribu kali kalau berniat mengoperasikan kembali Riau Air
Lines.
Posting Komentar