TAHUN
2013 ini merupakan tahun kritis. Seperti selebritis: tak henti-hentinya
masyarakat menyaksikan ulah para pejabat dan wakil rakyatnya menjadi
bulan-bulanan media. Mereka mendadak menjadi sorotan publik. Bukan
karena main film atau menjadi presenter dalam sebuah televisi. Namun
“gara-gara” main korupsi, para pemimpin yang diberikan amanah oleh
rakyat kini mendadak menghebohkan. “Korupsi” bisa dikatakan sesuatu yang
sulit terpisahkan dari ulah sekian banyak pejabat publik di negeri ini.
Perubahan status dan peran mereka sebagai seorang pemimpin erat
menganggap dialah yang berkuasa. Tak luput mereka menyalahgunakan
kekuasaan (abuse of power) itu. Tak sedikit pula mereka yang berurusan
dengan hukum, gara-gara “main” korupsi mereka mendekam dalam penjara.
Lembaga super body KPK inilah yang harus kita dukung. Tugas suci KPK harus cepat menangkap para koruptor, baik kelas kakap maupun teri.
Masih dalam ingatan kita, seorang Menteri dan pucuk pimpinan salah satu partai di cokok KPK. Kesalahan fatal mereka diduga ya
karena main korupsi. Awal tahun ini publik dikejutkan kembali dengan
langkah pimpinan KPK yang menetapkan Gubernur Rusli Zainal menjadi
“tersangka”. Pat gulipat kasus keterlibatan Rusli berkali lipat. Tak
hanya kasus suap dugaan korupsi PON: event yang menguntungkan
pencitraanya. Namun pak Gubernur Riau juga terlibat dalam kusaran
korupsi izin kehutanan Riau. Akibat memberikan restu perizinan untuk
sejumlah perusahan. Sadar, lihatlah negeri kita yang sedang dilanda
krisis moral dan etika kepemimpinan. Mungkin ungkapan di dalam syair
Tunjuk Ajar Melayu yang menggambarkan tentang keburukan pemimpin ini
benar adanya: “Apabila pemimpin tamakkan harta. Telinganya pekak matapun
buta. Halal dan haram disapu rata. Negeri rusak umat menderita” (Tenas
Effendy).
Kini, PON menyisakan misteri. Bandit-bandit koruptor gelagap mendekapi jeruji besi. Lihatlah KPK yang dengan lantang mencokok Rusli. Kita menanti keadilan penegakan hukum di negeri Melayu ini. Kasus
rasuah yang ditangani KPK: korupsi PON dan korupsi izin kehutanan
Riau. Barangkali ini merupakan potret buruk (suap-menyuap) yang melanda
Bumi Melayu ini. Betapa tidak, mulai dari yang namanya wakil rakyat
hingga para pejabat: semuanya terlibat kasus korupsi berjama’ah.
Mengingat kembali rekam aksi
pembalakan liar, perambahan hutan yang terjadi di Siak dan Pelalawan.
Kasus illegal logging yang dulu pernah di SP3 kan oleh Polda Riau. Kini
KPK kembali memutar sejarah kelabu itu. Terkuak siapa dalang utama
dibalik perusakan hutan Riau yang merupakan hutan paru-paru dunia ini.
Hutan sudah dibabat, PON juga “digarap”. Orang nomor wahid di Provinsi
Riau ini memang memiliki “pengaruh kekuasaan” yang sangat kuat. Lihat
saja para mantan Bupati dan Kadishut Riau yang ikut menggunduli hutan:
semuanya sudah masuk dalam penjara hanya Rusli yang belum juga. Pengaruh
kuat Rusli juga bisa kita lihat dari perkara korupsi PON di persidangan
Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Ada kejanggalan luar biasa apa
bila kita menyaksikan persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Kejanggalan ini hingga membuat Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK melakukan
upaya banding. Permasalahanya adalah: ada inkonsisten putusan dengan
fakta persidangan. Yang paling disorot KPK adalah pertimbangan putusan
yang tidak mencamtumkan sejumlah kesaksisan dipersidangan yang mengurai
peran Gubernur Riau Rusli Zainal. Kita patut menduga bahwa: Rusli Zainal
sudah bermain mata dengan para Hakim pengadilan Pekanbaru. Alangkah
baiknya jika KPK memindahkan persidangan kasus korupsi PON di Pengadilan
Jakarta. Alasanya adalah: mudah dikawal publik dan lebih transparan.
Saya pikir, Rusli Zainal
merupakan sosok dalang diatas dalang: dalangnya koruptor di Bumi Melayu
ini (maaf). Dua kasus besar korupsi itu menjadi buktinya. Namun secara
subjektif, saya menilai kepemimpinan Rusli Zainal juga memberikan
“perubahan” wajah Riau. Tetapi perubahan itu belum merata, pembangunan
masih terpusat dikota. Kendati demikian, dua periode kepemimpinan Rusli
Zainal sebagai Gubernur Riau tetap masih memiliki rapor merah. Semua
orang di negeri ini tahu, Riau Provinsi kaya namun rakyatnya kurang
menikmatinya. Kemiskinan masih ada dimana-mana. Akibat ulah para
pemimpinya. Inilah potret buruk yang harus dirubah pemimpin Riau
selanjutnya.
Mencermati peran Rusli Zainal
dalam perkara korupsi PON memang sudah terlihat jelas. Apalagi KPK sudah
menyematkan status tersangka. Tentu KPK tidak asal sembarang main
tembak. KPK juga tidak mengenal SP3 dalam penyidikan kasus korupsi.
Akumulasi dari dua kasus besar ini: Kasus suap PON dan kasus korupsi
penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tananaman
(IUPHHKHT) sebaiknya pak Rusli legowo mundur dari jabatanya. Saya
menilai sikap ini lebih terhormat. Hadapi proses hukum dan beliau harus
kooperatif demi penegakan hukum di negeri ini.
Hemat saya, karena para koruptor
adalah musuh rakyat sesungguhnya. Karena ulah koruptor kesejahteraan
rakyat menjadi mimpi belaka. Kita berharap dari sekian banyaknya para
pejabat yang melakukan tindakan korup: mereka bertaubat. Khusus untuk
kasus rasuah yang melilit Gubernur Rusli Zainal semoga ini menjadi
pelajaran berharga bagi generasi muda para calon pemimpin Riau yang
bakal melanjutkan tampuk kekuasaan di negeri Melayu ini. Ada hikmah
dibalik peristiwa, barangkali inilah saatnya para pejabat dan wakil
rakyat di Provinsi Riau untuk bersih-bersih. Beresin Provinsi Riau yang
kaya ini dari praktik-praktik korupsi. Insya Allah Riau cemerlang dan
terbilang.
Posting Komentar