BARANGKALI laporan
rutin tahunan dari Transparency Internasional yang mengumumkan urutan
Negara “terkorup dan terbersih” di dunia benar adanya. Akhir tahun 2012
ini Indonesia yang mendapat IPK (indeks persepsi korupsi) dengan
peringkat 118 dari 176 negara yang di survei Transparency Internasional.
Harus puas dengan penilaian tersebut. Tidak bisa mengelak maupun
menolaknya. Sampai saat ini, walaupun Indonesia sudah punya lembaga super body
yang bernama KPK tetapi tingkat korupsi masih drastis. Indonesia belum
mampu keluar dari jeratan korupsi. Korupsi di Indonesia berkembang
pesat! Korupsi meluas, ada dimana-mana dan terjadi secara sistematis.
Di tahun 2013, yang merupakan
tahun politik. Tahun kritis dan tahun serang-menyerang terbuka bagi para
politikus Partai. Menghadapi Pemilu 2014 mendatang seluruh mesin Partai
sudah mulai start bertarung. Jargon dan slogan kampanye partai marak
menghiasi di berbagai media. Percaturan politik kembali menggelegar.
Demi meraih simpati masyarakat, merebutkan kursi kekuasan itu. Namun
yang menariknya lagi, justru dibalik semua itu: Partai tidak sanggup
lepas dari rayuan exstra ordinary crime yang namanya “korupsi”. Masih
dalam ingatan kita, Partai Demokrat: mantan Menpora Andi Mallarangeng
yang menjadi tersangka kasus proyek Hambalang. Diduga, berawal dari
nyanyian Nazarudin ini, politikus yang juga menjabat sebagai ketua umum
DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum ikut tersangkut di dalamnya. Lebih
eksotisnya lagi, salah satu kader dari Partai Golkar yang berlambang
pohon bringin malahan terjerat kasus korupsi pengadaan Al-qur’an.
Kini publik kembali di guncang isu rasuah
yang oleh KPK menyebutnya itu “korupsi”. Lagi-lagi wakil rakyat yang
diduga menjadi pelakunya. Anggota DPR RI dari Komisi I yang juga
menjabat sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan
Ishaaq di tetapkan “tersangka” oleh KPK dalam kasus suap impor daging
sapi. Publik “setengah percaya” dari penangkapan yang dilakukan KPK ini.
Pasalnya, petinggi yang berasal dari Partai dengan propagandanya “jujur
dan bersih dari korupsi”. Tentu semua orang kaget mendengar isu korupsi
ini.
KPK tidak main-main bergerak,
selain menahan 4 tersangka, KPK juga menyita uang suap Rp 1 Miliar.
Sungguh luar biasa kinerja KPK, patut kita apresiasi. Namun, publik
masih bertanya-tanya: kenapa kasus korupsi yang lebih “dahsyat” dengan
tingkat kejelasan yang lebih nyata tapi: KPK belum juga bertindak.
Misalnya sejumlah kasus yang menimpa beberapa pesohor dan petinggi negeri ini, dari Century, Hambalang, BLBI, PON Riau dan lainnya, terakhir kasus manipulasi pajak keluarga SBY yang diungkap pertama kali oleh The Jakarta Post, Rabu (30/1/2013). Mana gerakan KPK dari kasus dahsyat korupsi ini? Terkesan jalan di tempat. Justru menurut Prof Tjipta Lesmana, pengamat politik ini menilai kasus suap daging impor disinyalir untuk menutupi sederet kasus-kasus besar, terutama kasus terakhir: manipulasi pajak keluarga SBY. Hanya,
memang, entah lantaran digarap terburu-buru karena mengejar waktu atau
seperti dikatakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Dr Jimly
Ash-Shiddiqie adanya faktor kebodohan (rakyat merdeka online,
31/1/2013), proses penetapan tersangka hingga penangkapan dan
penahanannya pun tampak janggal.
Dari hasil kinerja KPK yang
menjadikan Presiden PKS sebagai tersangka kasus suap impor daging sapi
efeknya jelas akan “memperburuk” citra Partai ini. Menurut
pengamat politik Burhanudin Muhtadi ketika berbincang dalam stasiun
televisi swasta, mengatakan: “Partai PKS merupakan harapan besar
masyarakat, dengan simbol Partai intlektual yang bersih. Namun
elektabilitas Partai menurun ketika salah satu pucuk pimpinanya menjadi
tersangka korupsi. Keadaan ini sudah barang pasti masyarakat kesulitan
mencari Partai yang bersih dari korupsi. Ibaratnya mencari air di gurun
pasir yang panas. Sangat sulit”!
Partai PKS dengan cita-citanya
menuju tiga besar Pemilu tahun 2014 mendatang malahan mendapat “tekanan”
badai baru. Ibaratnya untuk naik kelas tentu, harus mampu melewati
proses ujian terlebih dahulu. Yang pasti apapun Partainya, kalau kader dan pimpinanya korupsi. Tetap harus kita lawan koruptornya! Tak peduli dari ideologi mana, Partainya bismilah atau tidak. Yang namanya korupsi tetap merugikan rakyat.
Meski dalam sejarahnya KPK tidak sembarang main tangkap maupun
menetapkan status tersangka bagi pelaku korupsi. Namun sebagai warga
Negara yang taat akan hukum, kita juga tetap harus menghormati asas
praduga tak bersalah. Mari kita percayakan semuanya kepada KPK sebagai
lembaga pemberantasan korupsi.
Berbicara mengenai korupsi,
memang tidak ada jaminan seseorang dari partai manapun tidak melakukan
korupsi. Korupsi itu bisa dikatakan seperti naluri. Semakin mendapat
rayuan, maka akan semakin tergiur untuk menikmatinya. Karena publik juga
harus mengetahui korupsi itu banyak jenis dan bentuknya. Salah satunya
“menyuap dan di suap”. Selama ini kebanyakan masyarakat mengetahui
korupsi itu hanya menggerogoti anggaran uang Negara. Oleh mantan
pimpinan KPK: Bibit Samad Rianto dalam bukunya (koruptor go to hell!)
yang mengupas anatomi korupsi di Indonesia menyebutkan sedikitnya ada
tujuh kelompok yang dikategorikan sebagai tindakan korupsi.
Dalam korupsi tidak mengenal
jabatan dan latar belakang apa seseorang itu berasal. Kebanyakan orang
yang mempunyai jabatan seperti: Pejabat Negara, wakil rakyat (anggota
DPR), kepala daerah: Gubernur dan Bupati. Selama ini justru orang yang
bersal dari jabatan struktural inilah yang paling banyak berurusan
dengan KPK, gara-gara korupsi.
Dari sekian banyak kasus korupsi
yang melanda negeri ini, lagi-lagi kesejahteraan rakyat kembali
terancam. Lalu bagaimana caranya supaya rakyat hidup sejahtera? Salah
satu cara yang paling jitu adalah melalui penanggulangan dan pencegahan
tindak pidana korupsi. Rakyat harus mengubah cara berpikir dan
merumuskan kembali siapa sebenarnya musuh rakyat. Koruptorlah musuh
rakyat sesungguhnya. Jika koruptor ditangkap dan hartanya disita untuk
Negara kemungkinan besar masalah kemiskinan dapat teratasi.
Pemberantasan korupsi bisa menjadi awal penyelesaian krisis di
Indonesia. Sebaiknya kita bisa melakukan pengawasan (control sosial) dan
berperan secara aktif menanggulangi maupun mencegah korupsi. Salam anti
korupsi.
Posting Komentar